Rabu, 17 Maret 2010

catatan harian, 17 maret 2010.

Berkacalah kepada kata, karena aku tahu dan kamu percaya. Kebenaran hanya ada di langit, dan dunia hanyalah palsu, palsu, begitulah yang telah aku dengar. Hari ini, hujan turun berjam-berjam. Sejak sore tadi, hujan ini enggan untuk berhenti. Kemanakah kita bisa pergi? Tidak sayang, kita tidak kemana-mana.
Saat ini, aku adalah manusia yang diam. Aku berjalan disitu, tetap saja, aku diam. Aku menemukan kesenangan saat aku bertemu putri, gadis pujaanku. Tapi, aku tidak bisa mengartikannya dengan jelas, karena semua ini hanya mimpi, cuma mimpi.
Aku selalu merasa kurang. Bahkan, dari kecil aku hanya diberi materi, bukan hati. Aku adalah seorang dengan rendah diri, selalu tidak berani, selalu saja ada tetapi. Cukuplah aku bersama putri, dan aku tidak akan pernah tahu, begitupun putri, ia tidak akan pernah tahu, tidak akan pernah tahu.
Dunia ini, siapalah aku diantara manusia-manusia yang diberi akal dan pikiran, karena aku masih saja tidak bisa berpikir dengan tenang, selalu saja terbawa mimpi, tentang perih, tentang praduga-praduga yang meracau dalam hidupku, termasuk putri. Aku terbawa mimpi suri, karena aku tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya diberi mimpi, dan tuhan pikir aku siap dengan kebebasan bermimpi yang ia berikan kepadaku. Sungguh, aku tidak siap, aku tidak sanggup untuk memberi arti, untuk diriku, apalagi putri.
aku tidak tahu hidupku, aku menganggap aku ini adalah orang aneh yang baru saja ada disini. Tapi putri, berkata kepadaku untuk tidak lagi berpikir seperti itu. Apa yang sedang aku pikirkan, maka itulah, apa yang sedang aku kerjakan. Aku sayang dia, benar itu adanya. Dan dia tidak pernah percaya, bagaimana itu sebuah rasa sempurna, sehingga aku tidak bisa lagi menuliskannya hingga melisankan semua itu kepadanya. Mungkin, inilah bagaimana aku menjadi dewasa, bagaimana aku harus merelakan sesuatu yang sangat penting. Karena hidup ini terlalu genting jika harus engkau jamah terlalu jauh.
Entahlah, tiba-tiba semua yang ada di benakku adalah meminta ganti rugi. Aku ingin meminta ganti rugi hidupku kepada waktu. Putri dan temanku tahu, aku pernah menceritakan semua itu. Tapi ternyata, semua ganti rugi itu adalah dendam. Karena aku benci dendam, maka aku hanya bisa menangis, bahkan semalaman.

Satu hal lagi, aku benci menjadi seseorang yang selalu merasa benar. Egois. Tuhan, jika Kau melahirkan aku sebagai Islam, maka bukakanlah sebuah jalan terang, biar aku bisa melihat dengan mata awas, siapa sebenarnya diriku ini, amin.


Catatan harian, 17 Maret 2010, 23.00 WIB.
Dimas Dito.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar