baru tadi aku seperti merasa menjadi kabut. bias dan samar. seperti cabai, aku berkata pedas, tidak peduli pandangan sekitar, seakan waktu mendukungku malam ini, dan tiada satu hati pun berani untuk mencela. aku menjadi buas. itu pikiranku, slengean kata mereka. risau kata si putri, risau kataku untuknya kepadanya. aku sudah malas untuk membaca gejala seperti ini.
dan seperti aku sudah sepenuhnya percaya, kalau langit dan bumi sedang bercanda, mesra tampaknya.ini masih terlalu pagi, dini hari yang baru saja mengintip genit, menemani manusia yang demikian terjaganya. sampai aku habis diberi energi untuk menuliskannya, dan hari pun mulai dengan kejutan siang dan sorenya. hingga malam tiba, tiada pesan yang dapat aku utarakan antara nyata dan maya.
dan bimbang untuk apa? cuma ada sedikit kata, "fuckin i dont care". lelah memang, jenuh sialan, tentang apa? terserah, itulah kata dewa, kata manusia, persetan dengan tuhan. sakit jiwa? mungkin saja. tertawa dan sendiri, sementara yang lainnya sedang bergumul satu sama lain, bercengkerama.
kuadrat, pangkat dua. everybodys changing. tidak ada yang mengerti sebenarnya, termasuk diriku sendiri dalam memaknainya. apa yang membuat kita merasa spesial? tidak ada. spesial hanya diberikan oleh menit, saat romansa sedang menggebu, saat perjaka mulai dikeluargratiskan semena-mena.
menjadi personanongrata pun tiada masalah sebenarnya, karena satu hal, "aku menuliskan semua ini dengan seribu makna, serta tujuan yang mencair kemana-mana, seperti air."
pesimis atau optimis? biar hati kita memilikinya dengan pengalaman yang pernah mengalami manis. aku melakukan pesimis disamping aku juga mencicipi optimis. seperti buah empedu yang dicampur gula, terasa pahit sementara, membuat kernyitan di dahi dan setelah lama dikecap, baru kita bertemu dengan manis, yang membuat deretan gigi seri menjadi meringis, bukan senyuman miris.
"samudera, dapatkah kau menghentikan debur itu; selagi kita masih berpelukan dalam ceburannya. air itu yang membasahiku, mengajakku untuk melihat daratan, daratan pengharapan; ketika badanku telah lunglai, samudera, gulunglah aku dengan ombakmu; jadikan kita berdua menderu ke pantai, di haru biru airmu, di bawah awan kelabu."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar