kaus merah, bukan sebuah partai politik, melainkan sebuah kelompok yang menyebut dirinya kelas rendah di mata penguasa bangsa ini. mereka bilang, kepala kita adalah seorang neoliberalis. 1 mei 2010. gedung sate mulai riuh, sorak-sorai pun menggemuruh. pedagang pun tersenyum menggelar tikar untuk tempat pendemo berteduh dan jajan camilan. sebagian lagi keliling, menjajakan minuman bagi tenggorokan para buruh yang kering karena bersorak.
wartawan pun menjadi jamur. dan katanya, mereka juga buruh. siapapun yang bekerja dan digaji adalah buruh, dan katanya lagi, hidup sebagai wartawan juga bergaji rendah. sama seperti buruh tani dan lainnya, mungkin bisa lebih menderita. dan setiap pergerakan ini cuma sia-sia. tidak ada tindakan. presiden indonesia pun tidak menggubris sama sekali. yang pertama adalah janji, kemudian tahun depan, muncul lagi aksi seperti ini, meminta diperhatikan dan disejahterakan. sebuah makian yang sia-sia menurutku. karena mereka hanya bersuara di bulan mei. dan dibulan lainnya, buruh lagi-lagi menjadi penurut. siapa lagi kalau bukan uang yang menjadi raja.
aku tidak mengerti politik. umurku 20 tahun, namun aku bisa melihatnya dengan jelas seperti apa politik bangsa ini. entah siapa yang benar. satu dan lainnya berusaha menjaga gelar. ada permainan di belakangnya. sayang, aku adalah sipil yang tak mengerti apa-apa. sudah banyak yang menganilisis tentang kaum buruh di indonesia. dan semuanya jelas dengan tulisan mereka yang tajam, seperti menghujam perut dengan ganas.
aku lihat poster presiden diboyong, diberikan tulisan yang mencela. indonesia, inikah wajahmu sesungguhnya? ketidakpuasan akan selalu terus begini, setiap yang menjadi penguasa, siap-siap dicemooh dan dihina. entah dia kanan atau kiri. sosialis yang berbaju merah tadi, apa bisa merubah dengan cepat siklus buruh di indonesia ini? mungkin tidak menurutku. itu cuma janji bisa-bisa. politik seperti ular berbisa. manis dan beracun, bisa mematikan. tidak akan pernah ada kepuasan.
entah apa maunya, kita tidak bisa berhenti menghujat. apakah ini yang membuat indonesia tak kunjung subur, tak kunjung meraih penghargaan atas sifat-sifat warganya. aku rasa, ini adalah derita sebagai negara jajahan. saking bencinya kepada belanda dan jepang, kita sampai lupa yang dihujat sudah pergi. sekarang menusuk jantung hatinya sendiri.
tadi aku ingin bertanya kepada salah satu diantara para pendemo. aku akan bertanya soal kesejahteraan. mengapa mereka rela berdiri di tengah terik matahari, memohon atas kesejahteraan mereka selama ini. mungkin di hari-hari biasanya, mereka sudah nikmat dengan gaji yang diberikan. lalu apa ada yang salah. apabila nanti indonesia mulai kacau, semua diberhentikan tanpa pesangon, baru mereka berlari dan merusak lagi. polisi lagi-lagi menjaga kantuknya setiap hari. dan sejahtera, seperti apa bentuknya? apakah dengan analogi, "dirumah ada nasi dan punya uang untuk kebutuhan sehari-hari atau dengan alat-alat seperti tivi,mesin cuci, kulkas, air conditioner dan barang-barang mewah yang bisa dinikmati bersama anak bini?"
tiga hari kedepan, kupingku bakal dijejali dengan berita hari ini. may day atau may die. maybe yes maybe no. maybe fighting for nothing. for the political hollyshit, for the press that i want to be. mau apapun bentuknya, sosialis - demokratis - kapitalis - neoliberalis, semua kesia-siaan ini akan selalu menarik untuk ditulis.
1 mei 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar