Sabtu, 09 Oktober 2010

"mau kemana?" tegasnya ucapanku padanya. ia menjawab, "kesana, jangan mengikuti". aku terheran, aku pasang muka masam. prasangka pun tanpa celah, hatiku berubah ke dalam bahasa, "eh anjing, gue cowok lo begok!"

menaruh curiga yang selalu datang. karena perempuan itu begitu dekat, karena orang lain pun begitu dekat. dan tidak ada indera yang mematikan kecuali dua, mulut dan mata. mulut adalah pedang, dari sana keluar, kata adalah senjata. dan mata adalah senapan, dari sana terbit, pemandangan adalah gejala buruk dalam ibadah.

ribuan ton kalimat satire. ribuan kilo bahasa yang menjelmaedar menjadi senapan. dan selongsong-selongsong "anjing" pun keluar berurutan. seperti halnya di dalam perang. katanya suka? alah, aku menyerah, sudah kemarin aku menyerah. tapi lihatlah sekarang, semakin aku diam, semakin aku merasa risih atas dirimu. tuhan pun ikut campur, "aku tidak membuatkan cinta untuk diperangi macam itu, aku membuatkannya untuk kalian berdua, supaya bahagia dan menemukanku di dalam setiap pelukan."

aku yang tadinya bermuka merah menyala, kemudian kembali dalam wajah merah padam. sedikit malu. aku yang tadinya menggebu-gebu baru menyadari, ini pasanganku, bukan musuhku. aku tidak sembahyang, dan tuhan maha segala pemurah, aku mencintaimu dan itulah salah satu ibadah kepadanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar