lihat betapa sukanya, tapi aku hanya ingin tertidur, tak tahu apa-apa. alam sudah mati, tak lagi hijau dibayangkan dari daun dan segar seperti yang tergambar lewat embun. hanya ada api dan banjir-banjir besar. hanya ada tanah-tanah yang kembali berguguran. lihat betapa sukanya, dan aku meminta dikubur. aku tidak ingin melihatnya, karena aku benci pemandangan itu.
kita adalah sebuah kekosongan. kita dua hal, jiwa dan ruh, yang keduanya saling berbeda. lihat betapa aku terlalu cerewet mempersoalkan hidup, sedang yang lain tak bisa apa-apa kecuali berdalih, proses inilah yang ingin kamu raih. aku sudah tahu alam sudah mati, dan aku tak bisa apa-apa. aku bukan kupu-kupu yang bisa terbang kapan saja. aku kuncup bunga, yang mekar dan berbungah pada waktunya. aku tahu, inilah alam yang digandrungi sedang aku tak punya magis untuk mengikutinya.
aku yakin, aku terlahir menjadi indonesia. bertindak sebagai tukang kritik, namun tak bisa mengubah dirinya. tentang yang baik, yang hiperbola nyatanya, tak pernah berbaik sangka. aku adalah alam itu yang mati, yang kondisinya mengenaskan, dari situ hilang semua akal, menyangkut label yang entah darimana datang tercantol dalam ingatan. aku adalah terompet yang sumbang. panjang, belukar, berlubang, tapi usang.
sedang kamu si fantasi, dengan iri hati mengagumi kesenangan yang bukan miliknya, lalu terdiam di sudut sempit satu dunia, dunia yang kecil, dan tak seorang pun boleh tinggal di dalamnya. kamulah si pencaci, yang memaki langit dan kestabilan industri percintaan.
aku lihat kita tak pernah punya tujuan. kita bak halte yang menanti datangnya bis kota dari seberang. kita pun tak punya roket ke luar angkasa. sepertinya, hidup dengan alam yang mati, menjadi terlalu liar saat mimpi mulai dilihat lima senti, persis seperti buku. dan kita, aku dan kamu, tak beranjak untuk sama tinggi. kadang, anomali menjadi barang jadi yang begitu saja keluar dari mulutku sehingga menghinamu, dan berbalik menjadi senjata pembunuhku dengan argumen lain yang terlihat pada tubuh gelapmu.
si bunga, si kupu, dan air matahari, serta sayap kepak-kepak pelangi. dan aku sungguh tak mengerti, karena dia sering berganti-ganti. padanya dasamuka telah menjadi, satu hal yang tak bisa dunia pahami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar